Jadi Pedoman Politisi dan Parpol, Golkar Dukung Pembentukan Mahkamah Etik Nasional

DPP Partai Golkar mendukung pembentukan Mahkamah Etik Nasional yang menjadi pedoman bagi politisi dan partai politik. Dukungan Partai Golkar ini diberikan saat Dewan Etik Partai Golkar menggelar penandatanganan nota kesepahaman dengan mantan ketua Mahkamah Konstitusi Prof Jimly Asshiddiqie, pada Senin (15/5) lalu.

Ketua Dewan Etik DPP Partai Golkar Mohammad Hatta mengaku telah mendengar masukan dan ide dari Profesor Jimly terkait adanya kode etik berperilaku bagi politisi dan partai politik.

Hatta menegaskan, partai berlambang pohon beringin bersepakat dengan ide dan masukan dari Profesor Jimly dan mendukung pembentukan Mahkamah Etik Nasional.

“Kami telah mendengar masukan-masukan untuk memerkaya Mahkamah Etik, sepakat untuk turut bersama-sama kawan-kawan partai politik lain, insyaallah, kami akan membentuk Mahkamah Etik Nasional,” tutur Hatta dalam keterangan tertulis, Sabtu (20/5/2023).

Dengan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) ini, Golkar dan Profesor Jimly bersepakat untuk segera digelar Konvensi Nasional Etik. Konvensi ini didasarkan pada Pancasila, UUD 1945, dan TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

“Tujuannya agar segera terwujud Mahkamah Etik Nasional,” tegas Hatta.

Sementara, Prof Jimly mengaku berterima kasih pada Partai Golkar yang terbuka dan menerima ide baru dalam rangka penataan sistem kebangsaan dan kenegaraan. Menurut anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) ini, setelah 25 tahun reformasi, harus ada evaluasi dan perbaikan dalam sistem kenegaraan Indonesia.

“Sesudah 25 tahun kita reformasi banyak hal yang harus kita evaluasi ulang, termasuk yang harus kita perbaiki dan hal-hal baru yang harus kita adakan,” tutur Prof. Jimly usai menerima Nota Kesepahaman dari Dewan Etik DPP Partai Golkar.

Diketahui, kedua pihak bersepakat agar ada standar perilaku pada setiap profesi, termasuk politisi dalam arti luas. Kode etik ini sebagai standar menjaga harkat, martabat, dan kehormatan profesi politisi. Hal ini juga berlaku bagi partai politik di Indonesia.

Partai politik sebagai wadah aktualisasi diri bagi para politisi juga membutuhkan kerangka etik atau kode etik. Hal ini sebagai rujukan dalam mengimplementasikan kedudukan strategis selalu salah satu pilar terpenting dalam demokrasi.

Baik Partai Golkar dan Prof. Jimly, bersepakat partai politik tidak hanya perlu dikelola secara profesional, terbuka, dan demokratis, tetapi juga berorientasi pada kepentingan umum.

Tujuan utama kode etik ini adalah menjaga standar perilaku minimum politisi sehingga layak mendapatkan mandate politik ketika menjadi wakil rakyat di lembaga perwakilan. Antara lain, di DPR, DPRD provinsi, maupun DPRD kabupaten dan kota, bahkan terhadap jabatan publik lainnya.

Sumber : kabargolkar.com