Ahmad Doli Kurnia mengusulkan perubahan Undang-Undang Pemilu dengan mengubah, di antaranya sistem pemilu menggunakan sistem campuran atau kombinasi antara sistem pemilu proporsional tertutup dan sistem pemilu pluralitas mayoritas.
Anggota Fraksi Partai Golkar di Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tanjung mengatakan, berdasarkan hasil evaluasi beberapa kali penyelenggaraan pemilu, terutama Pemilu 2024, harus dipertimbangkan Pemilu 2029 menggunakan sistem campuran.
“Untuk kondisi dan perkembangan Indonesia, kita harus mempertimbangkan ke arah sistem campuran,” kata Doli dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi II dengan sejumlah pakar tentang masukan terkait Evaluasi Pemilihan Serentak Nasional Tahun 2024 dan masukan terhadap Penataan Sistem Pemilu untuk perubahan UU Pemilu dan UU Pilkada di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu, 26 Februari 2025.
Berdasarkan pengalaman penyelenggaraan Pemilu 2024 dengan sistem proporsional terbuka, kata Doli, banyak kasus ketika para kader partai politik yang telah lama bekerja untuk partai masing-masing kemudian menjelang pemilu menjadi tidak berdaya ketika berhadapan dengan orang-orang yang memiliki kekuatan luar biasa.
Atas dasar itu, katanya, perlu ada perubahan sistem pemilu, di antaranya menggunakan sistem campuran. “Agar penguatan kelembagaan politiknya tetap terjaga, unsur representatifnya kelihatan, maka yang paling moderat dan ideal, adalah sistem campuran.”
Doli juga mengusulkan untuk meninjau ulang metode konversi suara menjadi kursi yang diterapkan sekarang, Sainte Lague murni, apakah sudah memenuhi unsur keterwakilan. Sebab, dengan metode konversi itu, ada beberapa partai politik yang dirugikan.
“Misalnya, di beberapa dapil, ada caleg parpol tertentu, bisa terpilih empat-lima kali dengan 20-30 ribu suara saja. Dia bisa mengalahkan caleg partai lain yang mendapatkan suara 80-90 ribu,” ujarnya.
Dia menyarankan juga untuk meninjau ulang keserentakan pemilu. Dapat dipertimbangkan pemilu sela, yakni pemilu lokal diselenggarakan di antara pemilu nasional. “Tinggal nanti kita cari apakah lokalnya itu legislatifnya saja bersama dengan kepala daerah.”
Masalah berikutnya ialah masihkah memungkinkan penyelenggaraan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden dipisah. Soalnya penerapan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) bisa menjadi tidak relevan kita menggunakan basis dukungan lima tahun sebelumnya.
Sumber: kabargolkar.com