Airlangga Hartarto: UU Cipta Kerja Hindarkan RI Dari Badai Besar Ekonomi

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja merupakan salah satu langkah mitigasi yang diambil pemerintah merespon dampak krisis global agar Indonesia terhindar dari “The Perfect Storm”. Kondisi perekonomian global ini mengacu pada berbagai tantangan ekonomi yang dapat memicu terjadinya resesi global.

“Perppu Cipta Kerja mencegah persoalan menjadi luas dan kerentanan perekonomian global yang berdampak pada perekonomian nasional tentunya perlu kita hindari. The perfect storm akibat daripada pertumbuhan ekonomi, climate change, perang bahkan yang terakhir adalah persoalan bank-bank digital yang bermasalah di AS tentunya perlu direspon secara cepat,” paparnya dalam Rapat Paripurna di DPR RI, Selasa (21/3/2023).

Airlangga mengklaim terbitnya UU Cipta Kerja memberikan manfaat besar pada Indonesia. Ia mengutip laporan dari Bank Dunia pada Desember 2022 yang menyatakan bahwa setelah UU Cipta Kerja diterbitkan Indonesia menjadi negara terbesar kedua penerima Foreign Direct Investment (FDI) di Asia Tenggara.

“Di tingkat PMA meningkat hampir 30% dalam 5 triwulan, dan setelah diterbitkannya UU Cipta Kerja, dibandingkan PMA 5 triwulan sebelum UU Ciptaker diterbitkan,” ujar Airlangga.

“Hal ini menunjukkan bahwa investor merespon positif hadirnya UU Ciptaker, demikian pula OECD melaporkan bahwa implementasi UU Ciptaker dapat mengurangi hambatan untuk investasi lebih dari 1/3 dan mengurangi perdagangan dan investasi dalam hampir 10% di tahun 2021,” lanjutnya.

Lebih lanjut, Airlangga mengutip data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang menunjukkan bahwa sejak Agustus 2021 hingga Maret 2023, sistem OSS telah menerbitkan 3.662.026 Nomor Induk Berusaha (NIB). Dimana NIB diberikan terbesar kepada usaha mikro sebesar 3.476.114 NIB (95%), usaha kecil sebesar 136.788 NIB (3,7%), usaha besar sebesar 30.982 NIB (0,8%), dan usaha menengah sebesar 18.142 NIB (0,5%).

“Hal ini adalah sejarah baru dimana pemerintah memberikan legalitas bagi usaha mikro dan kecil dalam jumlah yang besar yang sebelumnya masih dalam sektor informal,” ujarnya.

Selain itu, Airlangga juga mengatakan berdasarkan data dari Kementerian Investasi/BKPM tersebut, untuk rasio PMDN sebesar 99,64%, dan PMA hanya 0,36%. Sehingga UU Cipta Kerja terbukti memberikan jauh lebih banyak manfaat bagi PMDN.

UU Cipta Kerja Jawab Keraguan Investor

Ketika UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi, para investor yang ingin berinvestasi menjadi menahan keinginan mereka untuk berinvestasi. Sementara itu, para investor yang sudah berinvestasi di Indonesia merasa terjadi kekosongan hukum yang mengancam usaha mereka. Untuk itu, Airlangga mengatakan munculnya Perppu tersebut menjadi jawaban atas kegamangan yang dirasakan oleh para investor dan pengusaha.

“Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 91/PUU-XVIII/2020, negara diberikan kesempatan untuk melakukan perbaikan prosedur pembentukan UU Cipta Kerja dalam jangka waktu 2 tahun. Dalam periode 2 tahun tersebut, tidak diperbolehkan untuk membuat kebijakan strategis, berdampak luas, dan pembentukan peraturan pelaksanaan baru,” paparnya.

“Hal ini menciptakan kegamangan bagi para investor atau pelaku usaha dan memutuskan untuk ‘wait and see’ terkait dengan keputusan melakukan investasi,” lanjutnya.

Lebih lanjut, Airlangga mengatakan pelaku usaha yang sebelumnya sudah berinvestasi dihadapkan pada kekosongan hukum atau tidak memadainya perangkat peraturan perundangan. Oleh karena itu, menurutnya Perppu ini dapat memberikan perubahan peraturan pelaksanaan yang diperlukan. Situasi inilah yang menurut pemerintah merupakan situasi genting untuk segera direspon.

“Situasi kegentingan memaksa karena putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 91/PUU-XVIII/2020, perlu untuk segera dilaksanakan jika tidak dilaksanakan maka upaya adaptasi dengan situasi global sulit dilakukan,” lanjutnya.

Untuk itu, Airlangga menyatakan diterbitkannya Perppu 2/2022 tentang Cipta Kerja tersebut karena kondisi mendesak yang dimana apabila menunggu pembuatan UU yang baru membutuhkan waktu dan birokrasi yang membuat produk hukum tersebut tidak dapat diterbitkan dengan cepat.

“Karena negara menempuh proses pembentukan perundang-undangan tidak secara bussiness as usual, maka negara berhadapan dengan waktu dan birokrasi untuk pembentukan peraturan undang-undang dan tentu situasi ini berlaku pada kelompok UMK, masyarakat rentan, karena tentu dampak ketidakapstian, dampak ketersediaan lapaangan kerja ini menjadi hal yang sangat penting,” pungkasnya.

Sumber : golkarpedia.com