Golkar Soroti Sistem Pemilu Indonesia, Sarmuji: Jangan Sampai Obat Lebih Berbahaya dari Penyakitnya

Ketua Fraksi Partai Golkar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Muhammad Sarmuji, menyoroti evaluasi menyeluruh terhadap sistem pemilu Indonesia dalam sebuah focus group discussion bertajuk “Sistem Pemilu” yang diselenggarakan di Kompleks DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (14/5/2025).

Diskusi menghadirkan sejumlah pakar, seperti Dr. Muh. Nurhasim (peneliti Pusat Penelitian Politik BRIN), Ahmad Doli Kurnia Tandjung (Wakil Ketua Baleg DPR), dan Zulfikar Arse Sadikin (Wakil Ketua Komisi II DPR RI), serta Wakil Ketua Umum Partai Golkar Idrus Marham sebagai penanggap.

Diskusi tersebut membahas mengenai tantangan sistem pemilu proporsional terbuka dan kemungkinan adopsi sistem campuran.

Menurut Sarmuji, sistem proporsional terbuka yang kini diterapkan sejatinya merupakan respons terhadap permasalahan dari sistem pemilu sebelumnya yang bersifat tertutup. Namun, sistem terbuka juga menuai kritik karena dinilai mendorong tingginya biaya politik dan maraknya praktik politik uang.

“Persoalan yang kita hadapi sekarang adalah hasil dari solusi masa lalu; today’s problem come from yesterday’s solution. Pertanyaannya, apakah benar sistem terbuka otomatis memicu politik uang? Dan apakah sistem tertutup menjamin hilangnya praktik itu—atau malah hanya memindahkan locus dari masyarakat ke elite partai, atau biaya-biaya lain seperti iklan politik?” ujar Muhammad Sarmuji dalam keterangan tertulisnya.

Ia menegaskan pentingnya diagnosis yang akurat sebelum mengambil kebijakan perubahan sistem. “Jangan sampai obat lebih berbahaya dari penyakitnya. Kita perlu berpikir matang dan objektif,” kata Sarmuji.

Sarmuji juga menyinggung sosok Zulfikar Arse Sadikin sebagai contoh anggota DPR yang berhasil terpilih melalui sistem terbuka dengan biaya relatif rendah. Hal ini menunjukkan bahwa generalisasi atas sistem terbuka perlu ditelaah lebih jauh.

Sistem Pemilu Campuran Memungkinkan Diterapkan di Indonesia

Dalam diskusi tersebut, peneliti Pusat Penelitian Politik BRIN, Nurhasim, menyampaikan soal sistem pemilu campuran yang memungkinan untuk diadopsi oleh Indonesia.

Nurhasim seringkali menyuarakan rekomendasi penggunaan sistem pemilu campuran atau paralel sebagai solusi untuk mengatasi beberapa permasalahan sistem pemilu yang ada di Indonesia, seperti multipartai ekstrem.

Dia juga merekomendasikan sistem pemilu campuran sebagai alternatif untuk mengatasi masalah multipartai ekstrem dan meningkatkan stabilitas pemerintahan.

Sistem pemilu campuran, menurutnya, dapat memberikan suara yang lebih besar bagi partai-partai politik dan sekaligus memberikan representasi yang lebih baik bagi individu-individu yang kuat di daerah pemilihan.

Sumber: liputan6.com