Bahlil Klaim Pemilihan Langsung Buat Rakyat Berkelahi, Usul Pilkada Dipilih DPRD

Ketua Umum Patai Golkar, Bahlil Lahadalia menyebut pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung hanya menimbulkan perkelahian di masyarakat karena perbedaan pilihan.

Menurutnya, itu merupakan salah satu kerugian yang membuat Partai Golkar mengusulkan kepala daerah dipilih oleh DPRD. “Jangan setiap pilkada berkelahi, tetangga-tetangga. Kita cari instrumen yang baik, yang juga bisa mendekatkan pada budaya ketimuran kita.

Jangan setiap Pilkada berkelahi. Tetangga-tetangga, tadinya bersaudara gara-gara Pilkada, tidak saling bertegur sapa,” ujar Bahlil di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (28/7/2025).

Bahlil mengatakan, Partai Golkar merupakan yang terlebih dahulu mengusulkan kepala daerah dipilih DPRD, ketimbang Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin yang baru menyampaikannya baru-baru ini. Bahkan Partai Golkar sudah mengusulkannya sejak Desember 2024, yang menyinggung penataan sistem demokrasi melalui perubahan undang-undang politik
“Bukan saya yang sama dengan Cak Imin, Golkar sudah bicara itu duluan sejak HUT Golkar. Bahwa kami punya pandangan sama, karena memang rasionalitas berpikirnya,” ujar Bahlil.

Bahlil menyatakan, Indonesia perlu mencari instrumen pemilihan yang baik dan relevan dengan budaya ketimuran. Partai Golkar, kata Bahlil, tengah mengkaji sejumlah opsi dan skema alternatif penataan sistem demokrasi di Indonesia. “Golkar dalam posisi sekarang itu lagi membuat berbagai alternatif, lagi membuat kajian-kajian, skema-skemanya. Salah satu skemanya itu memang lewat DPR. Salah satu skemanya tapi sekarang kita lagi menyusun,” ujar Bahlil.


Dua Opsi

Sebelum Bahlil, Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan partainya memiliki dua opsi terkait usulan pilkada secara tidak langsung. “Sikap Golkar sendiri terkait sistem Pilkada hingga saat ini kami sedang terus melakukan kajian secara serius. Sekarang kami juga sudah memiliki dua opsi dan terus mendalaminya,” ujar Doli dalam keterangannya, Jumat (25/7/2025). Opsi pertama adalah pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota oleh DPRD dengan sejumlah aturan.

Aturan tersebut meliputi seleksi untuk calon kepala daerah yang harus dilakukan secara aspiratif, terbuka, dan berjenjang di dalam masing-masing partai politik atau koalisi partai politik pengusung. Sedangkan opsi kedua adalah gubernur dipilih oleh DPRD, sedangkan bupati dan wali kota dilakukan pilkada asimetris.

Adapun maksud pilkada asimetris adalah mekanisme pemilihan yang disesuaikan dengan karakteristik daerah, baik status otonomi, kekhususan adat, maupun pertimbangan politik tertentu.
“Jadi kesimpulan yang sudah final adalah bahwa gubernur memang tidak perlu lagi dipilih dalam sebuah pemilihan langsung, karena dalam sistem pemerintahan kita, gubernur itu adalah perpanjangan pemerintah pusat,” ujar Doli.

Doli melanjutkan, pihaknya menghargai usulan Cak Imin yang menyampaikannya secara terbuka terkait penyempurnaan sistem kepemiluan di Indonesia. “Namun tidak ingin membiarkan demokrasi kita kebablasan ke arah demokrasi super liberal dan menyuburkan budaya pragmatisme pada masyarakat kita,” ujar Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) itu. Sebagai informasi, dalam acara Hari Lahir (Harlah) ke-27 PKB, Cak Imin juga mengusulkan adanya evaluasi terhadap pelaksanaan pilkada secara langsung.
Menurutnya, kepala daerah semestinya ditunjuk oleh pemerintah pusat atau dipilih oleh DPRD tingkat provinsi hingga kabupaten/kota.

“Kalau tidak ditunjuk oleh pusat, maksimal pemilihan kepala daerah dipilih oleh DPRD-DPRD di seluruh tanah air,” ujar Cak Imin dalam pidatonya, Rabu (23/7/2025) malam.

Sumber: kompas.com