Wacana percepatan pembahasan RUU Perampasan Aset kembali mengemuka. Partai Golkar mengaku siap, tapi?

Dari bilangan Gatot Subroto, sinyal kehati-hatian terdengar jelas. Di tengah derasnya dorongan publik dan pernyataan dukungan Presiden Prabowo Subianto untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset, Partai Golkar mengambil posisi siaga. Siap, tetapi belum bergerak.

“Ya, kalau nanti pemerintah mengirimkan naskah RUU-nya, tentu kita siap untuk melakukan (pembahasan). Tapi sampai sekarang kan belum. Kita belum bisa berandai-andai,” kata Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar, Muhammad Sarmuji, saat ditemui di kawasan Gatot Subroto, Jakarta, Rabu malam, 7 Mei 2025.

Sarmuji, politikus berlatar belakang hukum ini, menegaskan pentingnya prosedur formal dalam setiap pembahasan legislasi. Menurutnya, tanpa dokumen resmi dari pemerintah, DPR tak bisa serta-merta menggulirkan pembahasan undang-undang, seberapapun derasnya dorongan publik atau kuatnya dukungan politik.

“Normatifnya sudah ada aturannya, tapi seandainya pemerintah memandang ada urgensi, ya tentu saja kita siap,” ujar alumnus Universitas Jember ini.

Pernyataan Sarmuji muncul setelah Presiden Prabowo Subianto menyatakan dukungannya secara terbuka terhadap pengesahan RUU tersebut. Dalam pidato peringatan Hari Buruh Internasional di Lapangan Monas, Jakarta Pusat, 1 Mei lalu, Prabowo menegaskan bahwa dirinya tidak ingin kompromi dengan pelaku korupsi yang enggan mengembalikan uang negara.

“Dalam rangka pemberantasan korupsi, saya mendukung Undang-Undang Perampasan Aset,” kata Presiden Prabowo di hadapan ribuan buruh.

RUU Perampasan Aset sendiri merupakan instrumen hukum yang telah lama dinanti. Regulasi ini dirancang untuk memungkinkan negara menyita aset hasil tindak pidana, termasuk korupsi, tanpa harus menunggu vonis pidana pelaku. Namun, pembahasannya kerap tertunda di parlemen, terkadang karena alasan teknis, tapi tak jarang juga karena tarik-menarik politik di belakang layar.

Sarmuji menyebut bahwa masuknya RUU ini ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas pun masih perlu dibahas bersama pemerintah. Tanpa kesepakatan formal, langkah legislasi belum bisa diambil.

“Kalau itu, kita harus ketemu dengan pemerintah terlebih dahulu untuk mengubah Prolegnasnya,” jelasnya.

Di ujung pernyataannya, Sarmuji menegaskan kembali sikap partainya yang, secara garis besar, bersedia jika pembahasan dipercepat. Namun, Golkar memilih untuk tidak mendahului proses yang semestinya datang dari pemerintah.

“Tidak ada masalah, kita mengikuti alur saja. Kalau pemerintah mengajukan itu, kita siap,” pungkasnya.

Dalam politik, kesiapan sering kali adalah bahasa halus dari penantian. Golkar, partai senior dalam urusan strategi, tampaknya menanti bola digulirkan secara resmi dari Istana.

Sumber: kabargolkar.com