Hadapi EUDR, Indonesia Menginspirasi Like-Minded Countries dan Amerika Serikat

Menjelang penerapan Peraturan Deforestasi Uni Eropa (European Union Deforestation-Free Regulation/EUDR) pada akhir Desember 2024 mendatang, Indonesia senantiasa menyampaikan concern terhadap EUDR secara aktif kepada pihak terkait di UE sejak proposal EUDR bergulir, termasuk melalui penggalangan Like-Minded Countries (LMC) untuk menerbitkan dua kali joint letters sebagai respon untuk EUDR kepada pimpinan tertinggi EU tertanggal 27 Juli 2022 (14 LMC) dan 7 September 2023 (17 LMC).

Amerika Serikat (AS) termasuk dalam barisan negara yang mengkritisi EUDR tersebut.

Pada 30 Mei 2024, Pemerintah AS telah melayangkan surat yang ditujukan kepada EVP Maros Sefcovic, ditandatangani oleh Menteri Pertanian Thomas Vilsack, Menteri Perdagangan Gina Raimondo, dan US Trade Representative (USTR) Katherine Tai.

Dalam surat tersebut, Pemerintah AS menekankan bahwa implementasi EUDR jika sesuai timeline pada akhir tahun ini akan berdampak negatif secara ekonomi bagi produsen dan konsumen, baik di AS maupun UE.

Oleh karena itu, AS mendesak Komisi Eropa untuk menunda implementasi EUDR.

“Amerika bipartisan menentang EUDR, jadi (Joint Task Force) EUDR yang diinisiasi Indonesia pada kunjungan bersama antara Menko Perekonomian dan PM Malaysia tahun lalu itu terus mendapatkan dukungan dari LMC. Beberapa waktu lalu, baik Partai Republik maupun Demokrat di AS, juga mempertanyakan EUDR. Jadi LMC terinspirasi apa yang dilakukan Indonesia dan Malaysia,” ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, di Jakarta beberapa waktu lalu.

Sebab, beberapa negara produsen seperti AS, yang menilai praktik kehutanannya sudah maju dan baik, menganggap klasifikasi ke dalam risiko standar itu merugikan.

Surat AS kepada UE tersebut merupakan tindak lanjut dari surat para Senator AS kepada USTR Katherine Tai tertanggal 8 Maret 2024, yang menyampaikan kalkulasi potensi kerugian bisnis bahwa EUDR akan membatasi pasar akses produk kehutanan AS ke UE sebesar USD3,5 miliar per tahun.

Secara khusus ditekankan agar industri pulp and paper AS diperlakukan secara adil di dalam EUDR, karena industri ini mempekerjakan secara langsung sekitar 920 ribu orang dan secara tidak langsung sekitar 2 juta orang.

Untuk itu, Pemerintah AS meminta kepada Uni Eropa (UE) agar menunda implementasi EUDR.

Hal ini mendapatkan gaung dari internal EU sendiri, yaitu MEP Pieter Liese – tokoh European People’s Party (EPP) – yang merupakan partai dengan perolehan suara terbanyak hasil Pemilu Parlemen Eropa Juni 2024 lalu.

Liese meyakini Komisi Eropa akan mengambil kebijakan dimaksud, menyusul tekanan dari Pemerintah AS yang mengkritisi kebijakan EUDR dan menyerukan hal serupa.

Masuknya AS ke barisan negara yang menyerukan penundaan EUDR tidak dipungkiri akan memberikan tekanan kuat bagi Komisi Eropa untuk menunda implementasi EUDR.

Selain LMC, dan kini AS, negara-negara anggota EU lainnya seperti Austria juga mengkritik kebijakan EUDR, karena UU Deforestasi ini akan berdampak negatif terhadap praktik pertanian dan kehutanan skala kecil dan berkelanjutan di Uni Eropa, sehingga mereka mendukung seruan dilakukan aksi penting untuk mengecualikan petani kecil (smallholders) dan menunda implementasi EUDR.

Sikap dan posisi Komisi Eropa terhadap isu ini diperkirakan akan memperoleh kejelasan setelah terpilihnya Presiden Komisi Eropa yang baru oleh Parlemen Eropa.

Sementara itu, Kemenko Perekonomian telah menetapkan Keputusan Menko Perekonomian (Kepmenko) Nomor 178 Tahun 2024 tentang Komite Pengarah Dasbor Nasional Data dan Informasi Komoditi Berkelanjutan Indonesia.

Pengembangan dasbor nasional itu menjadi salah satu upaya Indonesia untuk menghadapi penerapan EUDR.

Dasbor nasional ditargetkan selesai pada Agustus 2024, atau sebelum pelaksanaan JTF ke-3 yang akan dilaksanakan pada September 2024 di Brussel atau Rotterdam, bersamaan dengan pelaksanaan “Sustainable Vegetable Oil Conference” yang diinisiasi CPOPC.

Sumber: golkarindonesia.com